Kamis, 03 April 2014

Prosesi Mayat Berjalan di Toraja Tertangkap Kamera!

Prosesi Mayat Berjalan di Toraja Tertangkap Kamera!

Isi Klaim :

Konon disebuah gua di desa Sillanang sedjak tahun 1905 telah ditemukan majat manusia jang utuh, tidak busuk sampai sekarang. Majat itu tidak dibalsem seperti jang dilakukan orang-orang Mesir Purba bahkan tidak diberi ramuan apapun. Tapi bisa tetap utuh.

Menurut pendapat Tampubolon, kemungkinan ada sematjam zat digua itu jang chasiatnja bisa mengawetkan majat manusia. Kalau sadja ada ahli geologi dan kimia jang mau membuang waktu menjelidiki tempat itu, agaknja teka teki gua Sillanang dapat dipetjahkan.

Di samping majat jang anti husuk, ada pula majat manusia jang bisa berdjalan diatas kedua kakinja, bagaikan orang hidup jang tidak kurang suatu apa. Kalau mau ditjari djuga perbedaannja, ada, tapi tidak begitu kentara. Konon menurut Tampubolon, sang majat berdjalan kaku dan agak tersentak-senta
k.

Dan dalam perdjalanan itu ia tidak bisa sendirian, harus ditemani oleh satu orang hidup jang mengawalnja, sampai ketudjuan achir jaitu rumahnja sendiri. Mengapa harus demikian?

Tjeritanja begini. Orang-orang Toradja biasa mendjeladjah daerahnja jang bergunung-gunung dan banjak tjeruk itu hanja dengan berdjalan kaki.Dari zaman purba sampai sekarang tetap begitu. Mereka tidak mengenal pedati, delman, gerobak atau jang sematjamnja. Nah dalam perdjalanan jang berat itu kemungkinan djatuh sakit dan mati selalu ada.

Supaja majat tidak sampai ditinggal didaerah jang tidak dikenal (orang Toradja menghormati roh setiap orang jang meninggal) dan djug supaja ia tidak menjusahkan manusia lainnja (akan sangat tidak mungkin menggotong terus-menerus djenazah sepandjang perdjalanan jang makan waktu berhari-hari), maka dengan satu ilmu gaib, mungkin sedjenis hipnotisme menurut istilah saman sekarang, majat diharuskan pulang berdjalan kaki danbaru berhenti bila ia sudah meletakkan badannja didalam rumahnja sendiri.

Ulasan :

Kisah yang beredar luas diatas, ada beberapa versi. Foto dan berita yang tersebar lumayan lama sekali. Namun, walaupun sudah sering dan bahkan sudah cukup lama diberitakan, Kami masih menerima pesan atau pertanyaan mengenai 'mayat berjalan tanah Toraja'. Arsip yang kami miliki pun sudah ada sejak lama, tetapi di Jejaring Sosial foto ini kembali naik ke publik dipenghujung tahun 2013. Umumnya pertanyaan yang masuk hanya berkisar pada masalah foto. Kami mencoba menelusuri dan mencoba meluruskan permasalahan ini. Namun perlu diingat, ini hanya analisa kami, jika anda tidak berkenan, itu tidak masalah, semua kembali ke pribadi masing-masing, dan kami hanya akan membatasi soal foto mayat berjalan yang marak dibagikan di jejearing sosial.

1. Apakah foto itu menunjukkan prosesi mayat yang sedang berjalan?

2. Kalau tidak menunjukkan mayat yang sedang berjalan, prosesi apakah yang sedang tergambar di foto tersebut?

Membaca kalimat di atas (Klaim), Kami cukup heran dengan ejaan yang digunakan. Namun, ternyata berita tersebut memang dimuat di berbagai blog dengan ejaan seperti itu. Mengapa ini bisa terjadi? Jawabannya cukup sederhana...

Tulisan ini pertama kali dimuat di internet oleh torajacybernews.blogspot.com (link sudah tewas) dan disana disebutkan kalau tulisan itu adalah 'saduran dari sebuah tulisan lama bertanggal 19 Februari 1972'.

Ejaan yang kita kenal sekarang atau Ejaan yang disempurnakan (EYD) diresmikan penggunaannya pada tanggal 16 Agustus 1972. Dengan demikian, cerita di atas masih menggunakan ejaan sebelumnya, yaitu ejaan Republik. Jadi, sekarang kita sudah tahu mengapa tulisan di atas menggunakan ejaan yang cukup asing. Karena itu pula, foto tersebut tidak berkaitan dengan isi tulisan itu karena foto tersebut jelas bukan berasal dari kamera tahun 1972.

Nah, sekarang masuk ke pertanyaan pertama, Apakah foto itu menunjukkan prosesi mayat yang sedang berjalan? Menurut Kami Tidak.

Apa yang terjadi sebenarnya adalah sebuah prasangka. Bayangkan, sebuah artikel mengenai mayat berjalan yang disertai sebuah foto mayat yang sedang berdiri. Bukankah itu akan membuat kita menganggapnya sebagai foto mayat berjalan? Walaupun sebenarnya belum tentu. Ini adalah Mind Games.

Contoh lain, Misalnya, ada sebuah berita mengenai seorang perampok yang tertangkap polisi. Lalu pada berita tersebut, dilampiri sebuah foto yang menunjukkan seorang pria bertampang sangar. Apa yang terpikir oleh kalian? Kalian akan menganggap pria itu sebagai perampok yang tertangkap. Padahal bisa saja ia adalah polisi berpakaian preman yang telah menangkap perampok itu.

Jika dilihat dari foto. Ada dua hal yang bisa menjadi petunjuk. Pertama, mayat wanita tersebut terlihat seperti mumi. Ini artinya ia telah meninggal dalam waktu yang cukup lama. Kedua, pada foto itu, terlihat adanya sebuah peti mati di kanan bawah. Peti mati tersebut terlihat kotor. Ini menunjukkan kalau peti mati itu telah digunakan untuk waktu yang cukup lama.

Kedua petunjuk ini bertentangan dengan cerita mengenai mayat berjalan di atas. Di cerita itu, dikisahkan 'kalau orang Toraja yang merantau dan meninggal dalam perjalanannya, supaya tidak meninggal di tanah asing dan tidak merepotkan orang lain, dengan suatu ilmu gaib, akan dibuat berjalan sendiri hingga sampai ke rumahnya untuk mendapatkan proses pemakaman yang layak'. Itu artinya, mayat berjalan Toraja adalah mayat yang masih baru meninggal dan belum pernah ditaruh ke dalam peti. Ini tidak sesuai dengan foto yang kita miliki.

Lagipula, torajacybernews tidak pernah menyebutnya sebagai foto mayat berjalan.

Lalu, pertanyaan keduanya. Jika bukan menunjukkan mayat berjalan, prosesi apakah yang ditunjukkan oleh foto di atas?

Saya percaya kalau foto tersebut menunjukkan bagian dari tradisi Toraja yang disebut Ma'nene, sejenis tradisi penghormatan kepada leluhur yang telah meninggal. Bagian dari tradisi ini adalah mengeluarkan jenazah anggota keluarga yang telah lama meninggal dari makam dan mengganti pakaiannya sebagai bentuk penghormatan kepada mereka.

Kini, tiba saatnya keluarga Tumonglo menjalani ritual inti dari Ma`nene. Di bawah kuburan tebing batu Tunuan, keluarga ini berkumpul menunggu peti jenazah nenek Biu--leluhur keluarga Tumongloyang meninggal dunia setahun lalu--diturunkan. Tak jauh dari tebing, kaum lelaki saling bergandengan tangan membentuk lingkaran sambil melantunkan Ma`badong. Sebuah gerak dan lagu yang melambangkan ratapan kesedihan mengenang jasa mendiang yang telah wafat sekaligus memberi semangat pada keluarga almarhum.

Bersamaan dengan itu, peti jenazah pun mulai diturunkan dari lubang batu secara perlahan-lahan. Peti kusam berisi jasad nenek Biu. Keluarga Tumonglo mempercayai bahwa ada kehidupan kekal setelah kematian. Sejatinya kematian bukanlah akhirdari segala risalah kehidupan. Karena itu, menjadi kewajiban bagi setiap keluarga untuk mengenang dan merawat jasad leluhurnya meski sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu. Dalam ritual ini, jasad orangmati dikeluarkan kembali dari tempatnya. Kemudian, mayat tersebut dibungkus ulang dengan lembaran kain baru oleh masing-masing anak cucunya.

Kutipan selanjutnya :

Acara dilanjutkan dengan membuka dua peti yang berisi jasad leluhur. Mayat yang sudah meninggal setahun yang lalu itu dibungkus ulang dengan kain baru. Perlakuan itu diyakini atas rasa hormat mereka pada leluhur semasa hidup. Mereka yakin arwah leluhur masih ada untuk memberi kebaikan.

Selain di liputan6.com, saya menemukan tulisan lain mengenai proses penggantian pakaian jenazah yang ditulis oleh Saudara Eko Rusdianto di http://ekorusdianto.blogspot.com./ Eko bahkan melampirkan dua foto yang menunjukkan prosesi yang sangat mirip dengan yang tergambar di foto tersebut.

Eko menceritakan mengenai mayat yang sedang dibersihkan :

"Namanya Bapak Lambaa, meninggal usia 70 tahun. Tingginya sekitar 165 cm. Keluarganya menggulung celana dengan perlahan hingga lutut. Yang lain ikut mendandani Ambe Lambaa. Pakaian usang yang dikenakannya bertahun-tahun sekarang ikut diganti. Kaos kaki, jas, celana luar dan dalam. Hingga rambut harus disisir. Kini bapak Lambaa kembali menggunakan pakaian bersih. Perlahan-lahan ditidurkan kembali pada rumah petinya."

Jadi, bukankah foto misterius itu lebih sesuai dengan deskripsi jenazah yang sedang dibersihkan dan diganti pakaiannya dibanding mayat berjalan?

Namun, sebelumnya, saya perlu menegaskan kalau saya sama sekali tidak kesulitan menerima ide adanya ilmu gaib yang bisa membuat mayat berjalan sendiri. Jadi, tulisan ini tidak bermaksud untuk menyangkal adanya tradisi itu.

Seseorang dari daerah Polewali Mamasa sendiri sudah membantah dan mengharapkan agar menghentikan kisah tersebut berjudul "Tolong, hentikan berita kisah mayat berjalan di kampung saya, Mamasa," pada rubrik Kompasiana.

http://sosbud.kompasiana.com/2012/06/24/hentikan-kisah-mayat-berjalan-di-mamasa-466853.html

Siapa saja yang menyebarkan berita itu?

http://mamasa-online.blogspot.jp/2009/11/mayat-berjalan-di-toraja.html?m=1

https://www.facebook.com/photo.php?pid=383345&o=all&op=1&view=all&subj=98241506539&aid=-1&id=1680593833

http://www.siaga.co/news/2013/05/02/menyeramkan-tradisi-manene-masyarakat-toraja/

Nah, sekarang pasti masih ada yang bertanya, darimana foto beredar? Jawabannya Majalah Tempo vol. 38 no. 34 Edisi Oktober 2009, NATGEO (National Geographic) dan website berikut :

http://imgur.com/r/WTF/SE49vel

http://humanisticscience.tumblr.com/post/30902860843/from-national-geographic-mummy-ritual-photograph

http://www.slightlywarped.com/crapfactory/curiosities/2013/november/dressing_the_dead.htm

http://www.nydailynews.com/news/mummies-new-wardrobe-part-ma-nene-ritual-indonesia-gallery-1.1143923

Atau silahkan ketik "Ma'Nene" pada google

Kebudayaan Toraja Ditampilkan dalam Festival Internasional, kami tersenyum bangga dengan hal ini :

http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/12/kebudayaan-toraja-ditampilkan-dalam-festival-internasional

Prosesi Menyimpan Mayat ala Toraja :

http://nationalgeographic.co.id/video/2013/06/menyimpan-mayat-di-rumah-ala-toraja

Prosesi Pemindahan Mayat bukan hanya Toraja, tetapi dalam Suku Batak juga ada, disebut "Mangokkal Holi".

Dan seperti yang kami katakan di atas, semua ini hanya analisa pribadi. Jika berbicara soal tradisi daerah, saya yakin, pembaca yang asli Toraja akan lebih mengerti. Jadi, jika kami melakukan kesalahan dalam tulisan ini, dengan senang hati kami akan mengoreksinya lebih lanjut. Disini kami tidak mencoba mengurangi Pemahaman, keyakinan serta menghina Tradisi anda, tetapi mencoba meluruskan fakta yang ada.

Sikapi dengan bijak, semoga bermanfaat, terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar